Seorang Penginjil harus Memiliki Kemampuan Mengajarkan Alkitab.
Tugas pelayanan seorang penginjil lintas budaya ialah memberitakan dan mengajarkan Firman Allah dalam konteks budaya yang dilayaninya.
Tugas pelayanan seorang penginjil lintas budaya ialah memberitakan dan mengajarkan Firman Allah dalam konteks budaya yang dilayaninya.
Perlu ditegaskan pada bagian ini bahwa tugas seorang
penginjil hanyalah memberitakan dan mengajarkan Firman Allah. Tugas ini
janganlah ditambahi dengan tanggungjawab lainnya yang tidak Alkitabiah.
Beberapa lembaga penginjilan dan gereja telah menciptakan metode-metode
Penginjilan baru yang mengarah pada upaya mengkristenkan para pendengar
pemberitaan mereka. Kita tidak memiliki dukungan yang kuat dari Alkitab
terhadap usaha mengkristenkan orang lain.
Karena itu seorang penginjil lintas budaya harus memiliki pengetahuan
Alkitab yang cukup serta kemampuan mengajarkan Alkitab yang memadai.
Pengetahuan Alkitab dan kemampuan mengajar Alkitab yang memadai haruslah saling
melengkapi karena itu kemampuan mengajarkan Alkitab juga sangat ditentukan oleh
pengetahuan Alkitab.
Alkitab adalah guru yang baik, yang akan menolong
pembacanya; menumbuhkembangkan kemampuan pembaca Alkitab untuk mengajarkan apa
yang dibacanya kepada orang lain. Alkitab bukanlah buku magis yang dapat
memberikan kekuatan magis kepada pembacanya (sang penginjil) melainkan Alkitab
adalah Firman Allah yang dihidupkan oleh Roh Kudus didalam dan melalui iman
orang percaya untuk melaksanakan maksud-maksud Allah bagi manusia.
Maksud-maksud Allah itu akan terjelaskan bagi manusia
melalui proses pengajaran yang benar oleh seorang guru Injil atau penginjil
yang memiliki pengetahuan Alkitab yang cukup.
- Pelatihan mengajar bagi seorang
penginjil.
Jika memungkinkan secara waktu,
sebaiknya seorang penginjil mengikuti pelatihan mengajar Alkitab tingkat dasar.
Lembaga-lembaga misi dan gereja menghabiskan jutaan rupiah setiap tahunnya
untuk mendukung pelayanan penginjilan lintas budaya. Akan sangat tidak bermanfaat
apabila para penginjil tidak sanggup mengajarkan Alkitab dengan baik karena
kurangnya pelatihan guru yang mereka terima.
- Pelatihan mengajar informal.
- Pelatihan mengajar formal.
Gereja dapat membuat
program-program pelatihan mengajar bagi para pekerjanya. Program-program ini
kemudian dapat digunakan oleh para calon penginjil lintas budaya untuk
memperlengkapi diri mereka. Disamping gereja, lembaga-lembaga pendidikan
Kristen juga memiliki program-program pelatihan mengajar.
Namun saya merekomendasikan
kepada para calon penginjil ataupun penginjil yang hendak mengambil pelatihan
mengajar agar mengikuti program pelatihan mengajar dari lembaga-lembaga
pendidikan yang berorientasi pada penginjilan. Karena dengan demikian sang
calon penginjil ataupun penginjil yang terlibat dalam pelatihan mengajar
lembaga pendidikan tersebut akan terus diarahkan pada visi penginjilan dan
setelah menyelesaikan pelatihannya nanti, ia tetap berada pada panggilan
awalnya yaitu penginjilan lintas budaya.
Pada banyak kasus, setelah masa
pelatihan itu selesai, para calon penginjil akan memilih profesi sebagai guru
dan meninggalkan visi awal mereka yaitu penginjilan, hal ini sering disebabkan
karena sistem / program pelatihan lembaga pendidikan yang tak berorientasi
kepada penginjilan yang tidak mengarahkan para peserta kepada penginjilan.
- Tanggungjawab Gereja terhadap
pelatihan mengajar bagi para Penginjil Lintas Budaya.
Panggilan penginjilan lintas budaya diterima, dikembangkan
dan didewasakan didalam dan melalui gereja. Karena itu gereja memiliki peranan
penting dalam penginjilan lintas budaya. Gereja bertanggungjawab penuh terhadap
seluruh proses diatas.
Gereja bertanggungjawab mengajarkan kebenaran Alkitab
tentang penginjilan lintas budaya.
Gereja bertanggungjawab melatih secara khusus mereka yang
menerima panggilan penginjilan lintas budaya.
Gereja bertanggungjawab mengutus dan mendukung pelayanan
penginjilan lintas budaya.
Untuk dapat melaksanakan tanggungjawab ini gereja harus
menciptakan program-program kerja yang dapat mengakomodir pelatihan penginjilan
lintas budaya.
Gereja juga dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga Kristen
yang memang secara khusus melatih para penginjil lintas budaya.
Namun demikian gereja harus selektif memilih partner
pelayanan, jangan bekerja sama berdasarkan pertimbangan kuantitas atau
popularitas. Ada
lembaga-lembaga misi yang besar secara kuantitas dan cukup populer, namun telah
melenceng dari visi penginjilannya. Bekerjasamalah dengan lembaga Kristen
berdasarkan kualitasnya. Kekristenan kita telah diintervensi oleh modernisasi
dunia sehingga kesuksesan kita tidak lagi dihitung secara kualitas tetapi
berdasarkan angka-angka dan pandangan fisik yang berbobot rohani rendah,
misalnya berapa jiwa yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruslamat, berapa gedung gereja yang telah dibangun, berapa desa yang telah
dijangkau dan seterus.
Visi penginjilan lintas budaya janganlah disia-siakan dengan
kerjasama pelayanan yang keliru karena beberapa lembaga Kristen yang
berorientasi penginjilan telah meninggalkan visi awalnya yaitu melatih para
penginjil lintas budaya untuk kemudian melatih guru Pendidikan Agama Kristen.
Dilihat dari popularitas kebutuhan, tidaklah keliru
pengalihan orientasi ini tetapi melihat kepada penggenapan visi Allah yang
melandasi pembentukan organisasi pelayanan maka lembaga-lembaga ini telah
kehilangan arah yang ditetapkan Tuhan bagi mereka.
Gereja dan para calon penginjil haruslah cermat melihat dan
memilih lembaga pendidikan yang hendak dimasuki.
Visi dan panggilan pelayanan kita akan terus berkembang tapi
takan berubah.
Perkembangan-perkembangan visi akan berlangsung dalam
pimpinan Roh Kudus namun perubahan visi mengakibatkan padamnya api Allah yang
sebelumnya mengobarkan pribadi-pribadi penerima panggilan penginjilan.
Komentar
Posting Komentar
Pendapatmu?