Langsung ke konten utama

MEMBERI

Lukas 21:1-4  Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan.  2 Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu.  3 Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu.  4 Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."




What

Apakah yang dimaksud dengan memberi?
Memberi ialah merelakan pergi, memberi ialah aksi dari kesediaan mencukupi kebutuhan orang lain,  memberi ialah aksi dari kepedulian terhadap keadaan orang lain dimana mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tak sanggup mereka cukupi dan kita sanggup mencukupinya untuk mereka.

Memberi tidak didasarkan atas keberadaan kita atau kemampuan kita melainkan memberi didasarkan pada kesediaan, kerelaan dan kasih terhadap orang yang menerima.



Who

Siapakah orang yang seharusnya memberi?
Orang yang harus memberi ialah mereka yang bersedia merelakan harta dan kemampuan mereka untuk orang-orang yang membutuhkan kasih.  Orang-orang ini digerakan oleh suatu motivasi yang bertentangan dengan motivasi kebanyakan saat ini. Dimana aksi memberi didasarkan pada keuntungan balik yang dapat diperoleh baik itu secara materi maupun secara psikologi. Orang yang memberi harus bersedia berpikir sungsang terhadap dunia ini, dunia konsumtif dan dunia hedoisme yakni dunia yang membelajakan harta mereka untuk kesenangan mereka sendiri. Orang-orang yang memberi haruslah bersedia melepaskan hak dan ego mereka, melepaskan semua iming-iming keuntungan yang mungkin akan mereka dapatkan. Orang yang memberi harus percaya bahwa Ia takan berkekurangan karena keputusannya untuk memberi dikarenakan Allah akan mencukupkan mereka yang mencukupkan kebutuhan orang miskin.

Siapakan orang yang menerima pemberian?
Orang yang menerima pemberian ialah mereka yang berada dalam keadaan membutuhkan dan tidak dapat mencukupi kebutuhan mereka sendiri. Orang-orang ini hidup dalam harapan dimana kebahagiaan mereka ialah tercukupinya kebutuhan mereka. Dilain sisi mereka tidak berpengharapan kepada manusia, inilah orang-orang lemah atau kaum lemah. Alkitab menyebutnya Kaum Hina, saudara Sang Raja yang mengumpamakan Tuhan.

ITB Matthew 25:40 Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.

When

Kapan seharusnya sebuah pemberian diberikan?
Pertanyaan ini adalah pertanyaan spekulasi. Apakah ada batasan waktunya atau regulasi dalam memberi? Tidak!

Hukum dan peraturan manusia bisa memenjarakan tubuh manusia tetapi tidak dapat memenjarakan hati. Motivasi untuk memberi tidaklah datang dari sumber fisik tetapi dari hati yang mempengaruhi tidak saja fisik tetapi juga jiwa yaitu pikiran dan perasaan manusia yang daripadanya muncul pertimbangan dan keputusan-keputusan.

Kebutuhan manusia tidak hadir hanya dalam periode tertentu, tetapi kebutuhan manusia juga hadir setiap saat. Kebutuhan manusia untuk menikah dan berkeluarga hanya hadir ketika ia berencana menikah dan membangun keluarga, tetapi kebutuhan akan bimbingan sebagai suami dan istri didalam rumah tangga mereka yang masih baru adalah kebutuhan berkelanjutan dan berkesinambungan, hingga ia kemudian cukup kuat untuk membimbing pasangan lain yang baru memasuki bahtera rumah tangga mereka dan bersiap2 mengayuhnya.

Pemberian terhadap pasangan muda ini dapat berupa waktu dan tenaga untuk membimbing didalam konseling pernikahan atau menjadi orangtua rohani bagi mereka yang masih muda didalam mengayuh bahtera rumah tangga.

Jadi pemberian diberikan sesuai kebutuhan dan hal ini tidak ditentukan oleh sang pemberi tetapi oleh sang penerima yang memiliki kebutuhan tersebut.

Where

Dimana seharusnya kita memberi?
Jawabannya sangat sederhana, tempat untuk kita memberi ialah tempat dimana orang-orang berkebutuhan hidup. Karena itu motivasi memberi haruslah membuat sang pemberi melangkah keluar dari zona kenyamanannya untuk kemudian menjangkau mereka yang berkebutuhan.

Why
Mengapa kita memberi?
Bagi saya ada 2 jawaban praktis dan logis atas pertanyaan diatas.

a. Kita memberi karena perintah Tuhan. Motivasi memberi datang dari ketaatan kita kepada Tuhan yang diyakini sebagai pencipta dan penguasa kehidupan ini. Ia memang berjanji untuk memberkati mereka yang mentaati perintahNya tetapi motivasi memberi bukanlah untuk mendapatkan janji berkat tersebut tetapi karena ketaatan kepada Tuhan. Janji berkat akan menguatkan kita yang ragu akan berkekurangan jika atau ketika memberi. Masyarakat telah berorientasi pada berkat karena memberi sehingga memberi menjadi sebuah perlombaan dan bukan respon ketaatan. Memberi menjadi ajang mencari popularitas dan bukan aksi pemenuhan kebutuhan manusia.

b. Kita memberi sebagai pernyataan ungkapan syukur karena telah diberkati. Orang yang tidak suka memberi biasanya adalah orang yang takut mengalami kekurangan. Orang-orang ini biasanya akan memberi ketika mereka yakin akan mendapatkan keuntungan dari pemberian mereka baik secara materi maupun secara psikologi. Mereka yang melandaskan pemberian mereka atas atas dasar ungkapan syukur adalah mereka yang memproklamirkan kasih setia Tuhan didalam kehidupan mereka. Mereka menyatakan bahwa Tuhan itu hidup dan Ia ikut bertanggungjawab dalam mencukupi kebutuhan-kebutuhan saya. Tuhan itu real dan Ia peduli terhadap keadaan hidup saya.  Orang - orang ini akan mengorientasikan seluruh hidup mereka didalam aksi ungkapan syukur melalui memberi. Mereka menyatakan ketergantungan mereka kepada Allah dan bukan kepada harta yang kemudian mereka bagikan kepada orang yang membutuhkan.



How

Bagaimana caranya memberi?
Jawaban dari pertanyaan diatas dapat dikategorikan didalam 2 jenis jawaban yakni
a. Teknis memberi. Mayoritas rakyat Indonesia telah diatur secara teknis bagaimana caranya memberi, termasuk waktu dan tata caranya. Orang Islam akan terlibat dalam pemberian sedekah secara berkala pada saat Idul Adha yaitu hari raya Kurban; dimana sapi dan kambing disembelih dan kemudian dagingnya dibagikan kepada orang miskin dan yang membutuhkan. Sedangkan dalam kesehariannya mereka dituntut untuk berbuat amal yang salah satunya ialah memberi sedekah kepada orang miskin yang konsekuensinya adalah sorga. Orang Kristen diajarkan untuk memberi secara regular 10% dari pendapatan mereka untuk pengelolaan pelayanan gerejawi. Jemaat Kristen juga di tuntut ikut ambil bagian dan peduli terhadap kebutuhan para pelayan yang hidup di tengah-tengah mereka bahkan gereja yang artinya tubuh Kristus di nyatakan didalam kerelaan tiap anggota tubuh menolong anggota tubuh lainnya agar seluruh tubuh dapat hidup dengan layak.

b. Motivasi memberi
Apakah itu pemberian secara berkala atau pemberian tak terduga, cara memberi tersebut akan dipengaruhi oleh motivasi hati. Entah itu telah diatur secara teknis atau tidak, aksi memberi akan dipengaruhi oleh keputusan hati. Motivasi hati mempengaruhi pemberian-pemberian kita. Karena itu hendaknya motivasi pemberian kita tidaklah diatur oleh regulasi-regulasi atau aturan-aturan manusia tetapi biarlah motivasi itu digerakan oleh respon ketaatan kita kepada Allah dan ungkapan syukur kita akan kasihNya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMAN DAN TANDA (Matius 16:1-4)

Matthew 16:1-4   1 Kemudian datanglah orang-orang Farisi dan Saduki hendak mencobai Yesus. Mereka meminta supaya Ia memperlihatkan suatu tanda dari sorga kepada mereka.   2 Tetapi jawab Yesus: "Pada petang hari karena langit merah, kamu berkata: Hari akan cerah,   3 dan pada pagi hari, karena langit merah dan redup, kamu berkata: Hari buruk. Rupa langit kamu tahu membedakannya tetapi tanda-tanda zaman tidak.   4 Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus." Lalu Yesus meninggalkan mereka dan pergi. Iman vs Tanda Orang Saduki dan Orang Farisi adalah kaum terpelajar yang secara khusus mendalami hukum-hukum Yahudi. Mereka juga hidup dalam penantian yang pasti akan kehadiran Mesias. Mereka jugalah yang terus menghidupkan pengharapan akan kedatangan Mesias dalam kehidupan ibadah orang Yahudi.  Mereka hidup dalam meditasi dan perenungan iman Yahudi mereka. P...

GEREJA YANG IDEAL (Menurut KPR 2:41-47)

I . APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN GEREJA ? Apakah Gereja adalah gedung ? Apakah Gereja adalah organisasi ? Menurut ALKITAB, gereja adalah Kristen (pengikut Kristus) * 1 Petrus 2:9-10  Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: Yesus Kristus tidak membuat dan mengembangkan organisasi atau denominasi atau sinode tertentu tetapi mengorganisir Kristen. II. SIAPAKAH PENDIRI GEREJA ? * Matius 16:18  Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Jadi, Yesus Kristus tidak mendirikan gedung tetapi mendirikan sebuah jemaat. Gedung/tempat ibadah kemudian diadopsi menjadi kebutuhan Kristen. Pada dasarnya sebuah gedung permanen bukanlah kebutuh...

PEMIMPIN TUKANG POS (Bagian 4 - Penutup)

Kepemimpinan Harun, Saul dan Pilatus menggambarkan gaya pemimpin yang menghindari tanggung jawab, dan dari kisah mereka, kita belajar hal-hal krusial yang wajib direnungkan oleh pemimpin masa kini. 5 Implikasi Kepemimpinan dari Harun, Saul, dan Pilatus 1. Kepemimpinan butuh keberanian moral, bukan hanya status - Jabatan tanpa keberanian untuk menegakkan nilai akan berujung pada kepemimpinan yang kosong dan mudah ditekan.  2. Ketidakjelasan posisi memperlemah integritas pemimpin - Ketika pemimpin enggan menunjukkan sikap dalam konflik, kepercayaan tim dan efektivitas organisasi menurun.  3. Kompromi demi kenyamanan bisa mengkhianati panggilan spiritual - Seperti Saul dan Pilatus, keputusan yang dibuat demi “ketenangan” bisa menyisakan jejak ketidakadilan dan kerusakan rohani.  4. Kepemimpinan pasif melahirkan kekacauan dan penyimpangan - Seperti Harun, ketidakaktifan dalam menegur atau menyaring kehendak massa bisa menghasilkan pelanggaran serius terhadap kehendak Tuhan....