Pemimpin Tukang Pos: Gaya Kepemimpinan yang Menghindari Tanggung Jawab
Dalam berbagai konteks organisasi dan pelayanan, kita kerap menemukan sosok pemimpin yang lebih mirip tukang pos daripada seorang pemimpin sejati. Ia hanya menjadi perantara informasi: menyampaikan keluhan dari bawahan ke atasan dan membawa keputusan dari atasan ke bawah tanpa keterlibatan emosional, intelektual, atau tanggung jawab pribadi atas isi pesan itu.
Ciri-Ciri Pemimpin Tukang Pos
- Tidak berani mengemukakan pendapat atau menantang ide yang dianggap tidak bijaksana.
- Menghindari konflik dengan cara bersembunyi di balik jabatan, sistem, atau hierarki.
- Menyampaikan keputusan atau keluhan tanpa sikap proaktif atau posisi yang jelas.
- Tidak membela kebenaran atau nilai, hanya mengikuti arus yang aman.
- Berperan sebagai ‘penyambung lidah’, bukan sebagai bagian dari solusi atau arah perubahan.
Contoh Alkitab 1: Harun vs Musa
Referensi: Keluaran 32:1–6, 21–24
Ketika Musa naik ke gunung untuk menerima hukum Tuhan, Harun, sebagai pemimpin sementara, menyerah kepada tekanan rakyat yang ingin membuat patung anak lembu emas. Ia tidak mengambil sikap kepemimpinan yang kuat—melainkan bertindak sebagai perantara permintaan mereka.
> “Maka kata Harun: ‘Janganlah menjadi marah, tuanku! Engkau sendiri tahu, bahwa bangsa ini selalu dalam kejahatan. Mereka berkata kepadaku: Buatlah kami allah yang akan berjalan di depan kami…” – Keluaran 32:22–23
Harun dalam kisah ini menunjukkan ciri khas pemimpin tukang pos: ia menyampaikan kemauan rakyat tanpa mengarahkan, menegur, atau menyaring melalui nilai-nilai kebenaran. Berbeda dengan Musa yang konfrontatif, berani, dan rela menanggung risiko demi umat dan Tuhan.
Contoh Alkitab 2: Raja Saul – Pemimpin yang Takut Kehilangan Dukungan
Referensi: 1 Samuel 15:13–24
Raja Saul diperintahkan oleh Tuhan melalui nabi Samuel untuk memusnahkan seluruh bangsa Amalek, termasuk ternak mereka. Namun, Saul memilih untuk menyisakan yang terbaik dari ternak dan membiarkan Raja Agag hidup. Ketika Samuel menegurnya, Saul menyalahkan rakyat dan berusaha membenarkan tindakannya.
> “Tetapi rakyat mengambil dari jarahan itu kambing domba dan lembu sapi yang terbaik dari barang-barang yang dikhususkan untuk dimusnahkan itu, untuk mempersembahkannya kepada TUHAN, Allahmu, di Gilgal.” – 1 Samuel 15:21
Saul menunjukkan ciri pemimpin tukang pos: ia tidak berani menegakkan perintah Tuhan secara utuh, dan ketika ditegur, ia tidak mengambil tanggung jawab penuh. Ia lebih memilih posisi aman demi popularitas dan dukungan rakyat.
Contoh Alkitab 3: Pilatus – Pemimpin yang Cuci Tangan
Referensi: Matius 27:24
Ketika Yesus diadili, Pilatus tahu bahwa Yesus tidak bersalah. Namun, karena tekanan massa dan ketakutan akan kerusuhan, ia memilih untuk menyerahkan Yesus kepada penyaliban dan secara simbolis “mencuci tangan” sebagai tanda bahwa ia tidak bertanggung jawab atas keputusan itu.
> “Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha tidak berhasil, malah kerusuhan mulai terjadi, ia mengambil air dan mencuci tangannya di hadapan orang banyak, katanya: ‘Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!’” – Matius 27:24
Pilatus adalah gambaran ekstrem dari pemimpin tukang pos: ia tahu kebenaran, tetapi memilih untuk tidak memperjuangkannya. Ia menyampaikan keputusan yang ia tahu tidak adil, tanpa keberanian untuk menanggung risikonya.
5 Bahaya dari Gaya Kepemimpinan Tukang Pos
1. Mengaburkan Nilai dan Tujuan - Tanpa sikap dan penilaian, keputusan disampaikan tanpa roh atau arah.
2. Melemahkan Otoritas Pemimpin - Bawahan kehilangan rasa hormat karena pemimpin tidak menunjukkan integritas kepemimpinan.
3. Meningkatkan Konflik Horizontal - Ketidakhadiran posisi pemimpin membuat konflik antar staf tidak dikelola dengan bijak.
4. Menciptakan Budaya Pasif - Keteladanan yang ditunjukkan mendorong sikap cari aman di seluruh organisasi.
5. Memperlambat Transformasi - Tanpa keberanian dan arah, perubahan menjadi lambat atau tidak terjadi sama sekali.
Penutup: Kepemimpinan yang Bertanggung Jawab Membutuhkan Keberanian Moral
Dari Harun, Saul, hingga Pilatus, kita melihat pola yang sama: ketakutan, tekanan sosial, dan keinginan untuk tetap aman membuat mereka gagal menjadi pemimpin yang bertanggung jawab. Sebaliknya, kepemimpinan yang sehat menuntut keberanian untuk:
- Menyuarakan kebenaran meski tidak populer
- Menanggung risiko demi integritas
- Menjadi bagian aktif dari solusi, bukan sekadar penyampai pesan
Komentar
Posting Komentar
Pendapatmu?