Gerakan Jemaat Rumah semakin berkembang sebagai bentuk komunitas rohani yang intim, fleksibel, dan berakar pada pola gereja mula-mula. Namun, tidak sedikit gereja konvensional yang menyambutnya dengan sikap skeptis atau bahkan penolakan. Mengapa demikian?
🔹 1. Kekhawatiran Akan Fragmentasi
Gereja konvensional sering khawatir bahwa Jemaat Rumah akan memecah kesatuan jemaat. Mereka takut munculnya kelompok-kelompok kecil yang berjalan sendiri tanpa koordinasi atau pengawasan teologis yang jelas.
“Kalau semua orang bikin gereja sendiri, bagaimana menjaga kesatuan doktrin?” – Kekhawatiran umum dari pemimpin gereja tradisional.
🔹 2. Ancaman terhadap Struktur dan Otoritas
Model Jemaat Rumah yang egaliter dan partisipatif bisa dianggap mengancam struktur hirarkis gereja konvensional. Ketika kepemimpinan tidak lagi terpusat, muncul ketakutan akan hilangnya kontrol dan pengaruh.
🔹 3. Ketergantungan pada Gedung dan Program
Banyak gereja konvensional telah berinvestasi besar dalam gedung, program, dan sistem organisasi. Jemaat Rumah yang tidak bergantung pada fasilitas fisik bisa dianggap sebagai ancaman terhadap model pelayanan yang sudah mapan.
🔹 4. Kurangnya Pemahaman Teologis
Sebagian keberatan muncul karena kurangnya pemahaman tentang dasar biblika Jemaat Rumah. Padahal, Kitab Kisah Para Rasul menunjukkan bahwa gereja mula-mula bertemu di rumah-rumah dan bertumbuh secara organik.
🔹 5. Ketakutan Akan Kehilangan Jemaat
Secara praktis, gereja konvensional khawatir kehilangan anggota, dana, dan relevansi jika Jemaat Rumah berkembang tanpa keterhubungan yang sehat. Ini bisa memicu respons defensif daripada kolaboratif.
Penutup: Dari Kompetisi ke Kolaborasi
Gerakan Jemaat Rumah tidak bertujuan menggantikan gereja konvensional, melainkan melengkapinya. Ketika kedua model saling memahami dan bekerja sama, gereja bisa menjangkau lebih banyak orang dengan cara yang relevan dan berdampak.
“Bukan soal bentuk, tapi tentang kehidupan rohani yang nyata.”
Daftar Pustaka
Barna, George. Revolution. Tyndale House Publishers, 2005. — Menjelaskan pergeseran spiritual dari gereja institusional ke komunitas kecil yang lebih relasional.
Viola, Frank & Barna, George. Pagan Christianity? Exploring the Roots of Our Church Practices. Tyndale House Publishers, 2008. — Mengkritisi praktik gereja konvensional dan menawarkan alternatif berbasis Jemaat Rumah.
Simson, Wolfgang. Houses That Change the World. Authentic Media, 1998. — Buku seminal tentang gerakan Jemaat Rumah dan dampaknya terhadap struktur gereja tradisional.
Banks, Robert. Paul’s Idea of Community: The Early House Churches in Their Cultural Setting. Baker Academic, 1994. — Studi historis dan teologis tentang Jemaat Rumah dalam konteks Perjanjian Baru.
Garrison, David. Church Planting Movements: How God Is Redeeming a Lost World. WIGTake Resources, 2004. — Menjelaskan dinamika pertumbuhan gereja berbasis rumah di berbagai belahan dunia.
Hesselgrave, David J. Planting Churches Cross-Culturally: North America and Beyond. Baker Academic, 2000. — Menyediakan kerangka kerja misi dan penanaman gereja dalam konteks lintas budaya.
Stott, John. The Living Church: Convictions of a Lifelong Pastor. IVP Books, 2007. — Perspektif moderat yang menyeimbangkan antara tradisi gereja dan pembaruan komunitas.
Bosch, David J. Transforming Mission: Paradigm Shifts in Theology of Mission. Orbis Books, 1991. — Menjelaskan perubahan paradigma dalam misi gereja, termasuk pendekatan Jemaat Rumah.
Komentar
Posting Komentar
Pendapatmu?