Langsung ke konten utama

PEGANGAN PENGINJIL LINTAS BUDAYA: Pendahuluan

Menjadi seorang penginjil lintas budaya adalah sebuah respon terhadap panggilan Allah sekaligus merupakan sebuah keputusan besar. Betapa tidak seorang penginjil lintas budaya menghadapi tantangan besar sekaligus kesempatan besar yaitu mengadopsi sebuah budaya baru menjadi budayanya.

Jikalau sang penginjil dulunya adalah seorang Indonesia maka ia harus menjadi seorang Kamboja ketika ia melayani di Kamboja. Ia harus menjadi seorang Uganda Afrika jika ia berada di Uganda Afrika. Jika ia seorang Eropa, ia harus mejadi seorang Asia ketika ia berada di Asia.

Menjadi seorang penginjil lintas budaya bukanlah seorang wisatawan yang sedang berwisata. Seorang wisatawan hanya berkunjung sementara waktu. Ia tidak berkewajiban mengubah dirinya dan mengadopsi budaya daerah yang dikunjunginya. Ia tidak berkepentingan dengan kerohanian mereka. Ia hanya berkunjung.

Seorang penginjil lintas budaya tidak bekerja berdasarkan kontrak yang di tandatangani. Bagi mereka yang dikirim oleh lembaga misi biasanya harus menandatangani kontrak hitam diatas putih, tetapi kontrak tersebut tidak boleh menjadi landasan pelayanan mereka.

 

Seorang penginjil lintas budaya haruslah selalu menyadari statusnya sebagai seorang penginjil yang sedang melintasi budaya untuk mengabarkan Injil, dengan demikian ia akan secara sadar menunjukkan usaha-usaha besar maupun sederhana untuk menyesuaikan dirinya dengan budaya lokal dalam proses pengadopsian budaya tersebut.

Injil yang diberitakan takan kembali dengan sia-sia, ia akan mengerjakan maksud-maksud Allah didalam kehidupan penerima-Nya. Akan tetapi Injil yang diberitakan dengan memperhatikan konteks budaya setempat akan memberkati pendengarnya dan membangun suatu kehidupan Kristen yang sehat.

Di beberapa negara Asia, Kristen di tanggapi sebagai agama asing, milik orang barat. Faktanya tidaklah demikian, Kristen berawal mula dari timur tengah, yaitu di Antiokhialah para pengikut Yesus disebut Kristen.
Namun Kristen di anggap asing lebih karena upaya-upaya penginjilan yang tidak memperdulikan sentimen-sentimen dan keberatan-keberatan budaya.

Berikut beberapa pengalaman pelayanan saya di Kamboja, sebuah negara Budha di kawasan Asia Tenggara.

Pada masa pergantian tahun ajaran baru pendidikan dibeberapa negara, terjadi masa libur panjang antara 1 sampai 1 setengah bulan. Pada masa ini gereja-gereja  besar dibeberapa negara maju biasanya mengirimkan tim-tim penginjilan ke negara-negara miskin dunia ketiga; salah satunya Kamboja, negara yang bersistem pemerintahan Kerajaan.

Pengiriman-pengiriman ini biasanya didasarkan pada program misi gereja tersebut. Ketika tim-tim ini tiba di ladang misi mereka, kontak mereka disana sudah menyiapkan lokasi-lokasi yang akan mereka kunjungi dan layani; kontak tersebut juga akan mengumpulkan orang-orang disekitar ke lokasi untuk dilayani. Pada kasus-kasus umum, orang-orang Kristen dari beberapa gereja lokal berbeda yang di undang, dan mereka biasanya tertarik karena mendengar “pembicara dan tim berasal dari luar negri”.
Ada juga lokasi-lokasi yang penduduknya bukan Kristen, mereka ini biasanya bersedia hadir karena dijanjikan bantuan-bantuan sembako ataupun pakainan bekas.

Ketika Firman Tuhan disampaikan , seringkali pengkhotbah (penginjil lintas budaya yang berasal dari tim tadi) seringkali tidak memperhatikan konteks budaya lokal karena memang sang pengkhotbah bukan seorang yang menetap disitu. Pemberitaan Firman Tuhan misalnya tentang “Iman” yang diambil dari kisah Tuhan Yesus menenangkan badai. Pemilihan Firman dan pemberitaan seperti ini sangatlah tak tepat karena daerah yang dikunjungi, rata-rata penduduk tidak pernah merasakan badai di tengah danau atau laut karena mereka hidup ribuan kilo meter jauhnya dari Danau dan Laut. Ada baiknya mereka menyampaikan Firman tentang penciptaan, karena orang Kamboja yang menyembah banyak Allah. Firman tentang “Penabur benih” juga baik karena rata-rata pendengar adalah petani dan peternak.

Beberapa kebiasaan lain ialah, anggota tim yang tidak memperhitungkan kesopanan berpakaian. Walaupun iklim Kamboja yang tropik yang didominasi musim panas yang lebih panjang dari musim hujan, para wanitanya tidak akan menggunakan rok mini atau celana yang pendeknya sepaha orang dewasa. Seringkali tim-tim penginjilan tidak memperhatikan hal-hal ini sehingga misi mereka membawa Injil menjadi membawa budaya berpakaian minim yang mengotori budaya lokal.

Masih banyak isu-isu lokal yang dilanggar oleh tim-tim penginjilan lintas budaya ini. Namun pada masa akhir pelayanan mereka, tim akan dengan bangga pulang dan melaporkan hasil penginjilan tersebut dengan angka-angka statistik yang wow misalnya; Selama 2 minggu tim berhasil melayani 1000 jiwa di 10 tempat berbeda. 500 orang menerima penyembuhan (maksudnya didoakan kesembuhan tanpa tahu, apakah yang didoakan sudah sembuh atau belum, hanya mengklaim dengan iman bahwa 500 orang itu sudah sembuh). 500 orang lainnya diklaim sudah percaya dan menjadi Kristen lewat penginjilan tersebut (maksudnya 500 orang itu sudah diundang secara beramai-ramai mengangkat tangan dan menyebutkan doa mengundang Tuhan Yesus kedalam hidup mereka setelah itu mereka dinyatakan sudah Kristen)

Pelayanan lintas budaya diatas adalah salah satu pelayanan lintas budaya yang keliru dan tidak Alkitabiah. Ketika tim pulang ke negaranya, mereka akan dengan bangga berkata, kami sudah memenangkan jiwa. Sementara jiwa-jiwa tersebut kembali kedalam kehidupan mereka sehari-hari, hidup tanpa ada yang mengajarkan menginjili atau mengajarkan Alkitab kepada mereka.

Ada baiknya semangat penginjilan lintas budaya yang sesaat itu digantikan dengan semangat memberikan dukungan dana bagi program-program pelatihan dan pendidikan guru-guru Injil dan gembala sidang lokal. Juga ada banyak penginjil yang membutuhkan dana untuk melintas budaya, menjadi penginjil di daerah-daerah tersebut dalam jangka waktu yang lama. Akan sangat lebih baik jika dukungan dana diarahkan kepada program-program yang lebih efektif.

Ada metode pelayanan yang praktis dan murah, ada juga metode pelayanan yang rumit dan mahal. Marilah kita bijaksana dalam penggunaan waktu dan dana yang diberikan Tuhan. Metode penginjilan yang efektif akan lebih bermanfaat bagi penginjilan. Penginjilan yang Alkitabiah ialah penginjilan yang efektif namun penginjilan yang efektif tidak selalu menjadi penginjilan yang Alkitabiah.

Dalam bab-bab selanjutnya saya menjabarkan 7 kewajiban yang harus dimiliki oleh seorang penginjil lintas budaya. 7 kewajiban ini baik untuk dilakukan oleh penginjil lintas budaya yang sedang mempersiapkan disi maupun yang sudah berada di ladang misi.

 

Pengalaman melayani sebagai penginjil lintas budaya di Kamboja dan juga observasi buku serta masukan dari banyak rekan penginjil lintas budaya lainnya, tertuang dalam 7 kewajiban penginjil lintas budaya.

Harapan saya, kekayaan manusia yang tak terhingga itu yaitu BUDAYA, tidak menjadi tantangan melainkan berkat yang harus disingkapkan bagi pemberitaan Injil yang efektif. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMAN DAN TANDA (Matius 16:1-4)

Matthew 16:1-4   1 Kemudian datanglah orang-orang Farisi dan Saduki hendak mencobai Yesus. Mereka meminta supaya Ia memperlihatkan suatu tanda dari sorga kepada mereka.   2 Tetapi jawab Yesus: "Pada petang hari karena langit merah, kamu berkata: Hari akan cerah,   3 dan pada pagi hari, karena langit merah dan redup, kamu berkata: Hari buruk. Rupa langit kamu tahu membedakannya tetapi tanda-tanda zaman tidak.   4 Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus." Lalu Yesus meninggalkan mereka dan pergi. Iman vs Tanda Orang Saduki dan Orang Farisi adalah kaum terpelajar yang secara khusus mendalami hukum-hukum Yahudi. Mereka juga hidup dalam penantian yang pasti akan kehadiran Mesias. Mereka jugalah yang terus menghidupkan pengharapan akan kedatangan Mesias dalam kehidupan ibadah orang Yahudi.  Mereka hidup dalam meditasi dan perenungan iman Yahudi mereka. Pada Ayat 1; me

GEREJA YANG IDEAL (Menurut KPR 2:41-47)

I . APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN GEREJA ? Apakah Gereja adalah gedung ? Apakah Gereja adalah organisasi ? Menurut ALKITAB, gereja adalah Kristen (pengikut Kristus) * 1 Petrus 2:9-10  Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: Yesus Kristus tidak membuat dan mengembangkan organisasi atau denominasi atau sinode tertentu tetapi mengorganisir Kristen. II. SIAPAKAH PENDIRI GEREJA ? * Matius 16:18  Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Jadi, Yesus Kristus tidak mendirikan gedung tetapi mendirikan sebuah jemaat. Gedung/tempat ibadah kemudian diadopsi menjadi kebutuhan Kristen. Pada dasarnya sebuah gedung permanen bukanlah kebutuhan primer

SYARAT MENJADI GEMBALA

Yohanes 21:15-19 Menyimak perbincangan Yesus Kristus dengan Simon Petrus dalam bacaan hari ini, kita akan belajar beberapa prinsip dalam pelayanan penggembalaan. Setidaknya ada tiga syarat penggembalaan yang tersirat dari perbincangan diatas. Baiklah kita lihat ketiga syarat tersebut secara terperinci. A. MENGALAMI KASIH ALLAH (Ay.15) 15 Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Pertanyaan pertama bukanlah sebuah pertanyaan retorika, bukanlah pula sebuah pertanyaan ujian atau uji coba. Beberapa hal yang melatarbelakangi  pertanyaan tersebut ialah 1. Kedaulatan Pilihan Allah terhadap Simon Petrus. Dalam Matius 16:16-19  Allah memilih Simon Petrus untuk memperkenalkan Yesus sebagai Mesias. Didalam dan diatas pengakuan in